Mendadak White Coffe, Euforia apa Bisnis?
sumber gambar : google
Akhir-akhir ini saya perhatikan
di televisi nampaknya semakin intens aja yang namanya iklan kopi mulai dari
yang namanya arabika, robusta, kopi susu, kopi instan, kopi tubruk, ampe kopi
jahe, mau itu kopi untuk segmen low class, middle class, ampe kopi sachet yang
dikemas untuk segmen premium. Well mungkin itu salah satu jawaban dari para pelaku
bisnis atas kebiasaan minum kopi orang indonesia yang cukup tinggi dan nggak
terbatas usia, mereka melihat perilaku (behaviour)
minum kopi ini menjadi ceruk bisnis yang menggiurkan. Iya dong kalo nggak
ngapain juga brand-brand kopi sachet atau botol rajin ngeluarin duit untuk
belanja iklan televisi yang jumlahnya milyaran? “Top Kopi 344,2 miliar, Kapal Api 127,8
miliar, Torabica 96,8 miliar” *(sumber : mix). Selain itu coba lihat
di mal-mal besar banyak orang nongkrong minum kopi, menurut anda mereka sekedar
hanya minum kopi atau menjadikan kopi dan brand tersebut sebagai bagian dari
ritual keseharian (habit masyarakat urban)?
Nah itu sih sedikit
pengamatan saya secara umum mengenai ceruk bisnis kopi yang sangat menggiurkan,
balik soal pengamatan saya di televisi selain iklan kopi yang intens tadi
terdapat satu hal yang cukup menggelitik pikiran saya mengenai kemunculan
brand-brand kopi yang mendadak “white
coffe” beberapa waktu ini dan bahkan dalam waktu berdekatan. Saya memang
bukan peminum kopi, cuma saya menilai kemunculan white coffe yang pertama kali
dikibarkan oleh Brand Luwak White Coffe ini kalo boleh dibilang sebagai
fenomena baru dalam industri perkopian, dan mungkin potensinya juga sangat
menggiurkan makanya brand-brand kopi nggak sungkan mengeluarkan varian white
coffe, buktinya sang market leader industri kopi di Indonesia baru-baru ini
muncul dengan varian white coffe bisa jadi karena takut market sharenya di
ambil pesaing atau melihat potensi penikmat white coffe ini masih sangat besar.
Sedikit prolog
tadi mungkin menjadi landasan akan pertanyaan saya mengenai fenomena mendadak
white cofee di iklan televisi salah satunya, nah sekiranya fenomena mendadak
white coffe ini hanya sekedar euforia saja karena munculnya sebuah fenomena
baru di industri kopi dan para pemilik brand kopi yang ramai-ramai mengibarkan
bendera white coffe, atau memang ada potensi bisnis yang sangat besar dan
menguntungkan dibalik nama white coffe ini? langsung saja kita bahas bersama,
semoga tulisan ini bisa menjawab sedikit pertanyaan yang menggelitik akan
fenomena mendadak white coffe khususnya bagi saya pribadi.
1.
Momentum
Kopi Luwak
Seingat saya
sebelum kemunculan brand luwak white coffe ini di Indonesia saat itu masih
hangat-hangatnya dibicarakan mengenai luwak coffe (kopi luwak) yang di klaim
sebagai salah satu kopi terbaik di dunia, konon untuk menikmati sebuah kopi
yang difermentasi secara alami melalui bantuan hewan luwak ini kita harus
merogoh kocek cukup dalam karena harganya lumayan tinggi untuk secangkir kopi
luwak saya kita harus mengeluarkan uang ratusan ribu bahkan satu juta. Alhasil
para pelaku bisnis kopi melihat hal ini sebagai peluang bisnis, bahkan sampai
ada yang bela-belain beli luwaknya ha4, bagaimana dengan konsumen? jangan
ditanya orang-orang tentunya penasaran ingin mencicipi secangkir kopi luwak
ini. Padahal kopi luwak ini sudah ada sejak zaman penjajahan loh, kalo boleh
cerita sedikit orang tua saya menjelaskan bahwa dulu saat penjajahan petani
kopi Indonesia nggak boleh minum kopi sama belanda, nah saking pengennya biji
kopi itu disembunyiin di atas langit-langit rumah, dan apa yang terjadi? luwak yang
saat itu sebagai satwa liar memakan biji kopi dan “membuangnya” kembali, ya namanya petani saking pengennya biji kopi
yang udah di fermentasi luwak itu masih diminum juga he4. Oke balik ke pembahasan,
nah benang merah dari kopi luwak dan kemunculan brand luwak white coffe ini
adalah popularitas “luwak white coffe” yang meroket bersamaan dengan kopi luwak yang
sedang hangat diperbicangkan. Saya masih ingat di awal kemunculan brand luwak
white coffe saya kira itu kopi luwak yang dikemas dalam bentuk sachet, mungkin
untuk nyasar segmen low dan middle biar bisa nyicip kopi luwak yang harganya
mahal, ha4 ternyata saya salah.
2.
Inovasi
“Luwak + White Coffe”
Fenomena kupi
luwak yang mendorong popularitas luwak white coffe, semakin meroket ketika
brand ini cukup gencar belanja iklan di televisi hingga yang namanya brand
activation (open table) di lokasi-lokasi keramaian, salah satunya saya masih
ingat di gasibu. Apa yang hendak saya bahas di poin ini? adalah inovasi white
coffe yang dilakukan oleh brand luwak, jujur saja saya nggak tau siapa yang
menemukan dan dimana pertamakali diperkenalkan white coffe ini, cuma based on
info yang saya dapet white coffe ini pake teknologi cold drying (-40’) sehingga menjadikan biji kopi itu kandungan
acidnya berkurang (low acid), makanya
sekarang saya ngeuh kalo di iklannya luwak white coffe aktif campaign low acid
aman bagi lambung. Apa hubungannya dengan inovasi? well walau saya bukan
peminum kopi, yang menjadi pegangan saya mengenai kopi pasti warnanya hitam,
nah itu lah yang sudah terbangun selama ini dalam benak konsumen khususnya
peminum kopi. Seiring dengan perkembangannya para produsen kopi melakukan
inovasi untuk bisa bersaing dengan kompetitor, mulai dengan muncul kopi instant,
kopi susu, kopi jahe, dalam berbagai kemasan sachet maupun botol. Munculah
brand luwak white coffe, yang memperkenalkan white coffe dalam kemasan sachet
pertama kali dengan iming-iming aman bagi lambung, alhasil diluar alokasi
belanja iklannya yang besar merk ini cepat dikenal karena keunikan “Luwak” dan
“White Coffe” yang cepat melekat di benak konsumen karena tidak biasa, dan
akhirnya mereka penasaran untuk mencoba.
3.
Inovasi
yang menjadi trend
Dengan
“mengawinkan” Luwak dan White Coffe tadi brand kopi sachet luwak white coffe
bukan hanya dikenal (aware) oleh
konsumen, tapi juga menjadi sebuah ceruk bisnis baru di industri perkopian,
nggak tau juga yah mungkin awalnya luwak white coffe nggak sembarangan memperkenalkan copywriting “aman bagi lambung”, selain karena
teknologi cold drying tadi yang mengurangi tingkat keasaman, mungkin produk ini
juga awalnya mungkin diperuntukan untuk konsumen yang pengen minum kopi cuma
punya penyakit maag, nah luwak white coffe ini solusinya cerdas kan. Apa mau
dikata namanya orang Indonesia menemukan hal yang unik atau nggak biasanya
langsung budaya latahnya muncul, luwak white coffe ini menjadi varian baru yang
cukup digemari oleh para peminum kopi di Indonesia terlebih harganya cukup
murah cuma seceng alias seribu rupiah, soal rasa bagaimana? he4 saya melakukan
riset kecil-kecilan saya nanya ke beberapa teman yang suka minum kopi rata-rata
menjawab enak, walau ada satu orang yang menambahkan asal jangan keseringan
enek. Dan apa yang terjadi? inovasi pun menjadi sebuah trend baru di kalangan
konsumen, ketika menjadi sebuah trend demand
dari market pun membesar, dan sang produsen diuntungkan, bahkan mungkin
kesuksesan ini sempat menggoyang dan menjadi ancaman ceruk pasar kopi lainnya,
iya dong namanya kopi mau hitam, cokelat, rasa apapun kan esensinya minum kopi,
jadi kayaknya kemungkinan peralihan konsumen (buying decisision) peminum kopi ke satu merk ke merk lain cenderung
lebih mudah terjadi, itu pendapat saya. Bagaimana dengan kompetitor yang sudah
lama nyemplung di bisnis kopi? merasa terancam dan mungkin melihat potensi
pasar baru sangat besar tentunya nggak mau kalah dong jualan white coffe
sachet? Buktinya Mayora mengeluarkan Kopiko White Coffe, Sang market leader pun
mengeluarkan Kapal Api White Coffe, dan terakhir yang saya ingat ABC White
Coffe, bahkan diatara brand tersebut ada yang mengklaim selain aman bagi
lambung juga nggak bikin deg-degan.
4.
Latest Data
Sebagai point penutup dari tulisan ini saya ingin
share sedikit mengenai data yang saya peroleh mengenai industri kopi, ternyata
cukup sulit juga ya, tapi semoga data ini bisa memberikan gambaran dibalik
bisnis white coffe yang sedang menggurita. “Data Nielsen Juni 2012 menunjukkan dari sepuluh kategori produk yang
bertumbuh paling tinggi kopi masuk di dalamnya, dari sisi pertumbuhan value
kopi menempati posisi kedua dengan kenaikan 16 persen. Sementara peringkat
pertama, ada kategori Ready to Drink (RTD) Tea dengan pertumbuhan value
sebesar 35,2 persen. Pertumbuhan pasar kopi dari sisi volume pun menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan, yakni, sebesar 8,2 persen. Dengan begitu
pertumbuhan volume kopi menempati peringkat ketiga, setelah kategori RTD tea
40,5 persen dan shampo sebesar 9,2 persen” *(sumber : mix). “Persaingan bisnis kopi dalam kemasan di Indonesia
memang berat, namun, ternyata tingkat konsumsi kopi per kapita Indonesia masih
rendah (tingkat konsumsi kopi dalam
negeri diperkirakan 800 gram /kapita /tahun), ini
indikator bagi daya tarik pasar sehingga produk kopi dalam kemasan terus
bermunculan di pasar” *(sumber : sindo weekle magazine). Nah setelah
mencermati 4 point pembahasan tadi kira-kira fenomena mendadak white coffe ini
hanya sekedar uforia atau bisnis? (dira.illanoor 2013)