The Power Of "Crowd Sourcing"




               Buat yang suka online nampaknya akan cukup familiar dengan yang namanya sribu.com, tees.co.id, dan gantibaju.com, dibalik kesamaan diantara ketiganya yang merupakan sebuah bisnis berbasis online adalah metode “crowd sourcing” yang mereka gunakan salah satunya sebagai bagian dari upaya mereka menjalankan bisnisnya tersebut. Nah apa sih crowd sourcing? menurut kamus dari William-Webster : “crowd sourcing merupakan praktek memperoleh layanan yang dibutuhkan, idem atau konten, dengan meminta kontribusi dari sekelompok besar orang, dan terutama komunitas online”.

                Gampangnya sebagai gambaran untuk 3 role model yang sudah saya jelaskan, ketiganya menjadikan metode crowd sourcing menjadi bagian dari bisnis mereka misalkan sribu.com yang mengundang para desainer freelance professional untuk berkontribusi menjadi desainer sribu.com, jika karya mereka terpilih yang dapet bagian tentunya. Selanjutnya gantibaju.com yang mengkombinasikan jualan baju, dengan e-comerce, dan crowd sourcing dimana mereka membuak peluang bagi para desainer untuk kirim desain dan membuka toko sendiri, dan jika terjual mereka akan mendapatkan royalti, dan hal ini kurang lebih sama diaplikasi oleh tees.co.id yang mengajak masyarakat umum untuk buka toko sendiri untuk jualan.

                Nah jika berbicara konteks community dan crowd sourcing tentunya akan sangat luas sekali pembahasannya, dengan demikian dalam tulisan kali ini saya akan batasi lebih pada bagaimana kita menjadikan community sebagai tenaga pendorong yang powerfull bagi bisnis atau brand kita di media online. Penting tentunya terlebih saat ini internet, social media, dan community merupakan perkawinan yang sangat “sexy” terlebih jika kita bisa memaksimalkan dan mekolaborasinya dalam satu wadah. Oke tanpa panjang lebar langsung saja gan monggo dibaca point-point pentingnya dan semoga ada manfaatnya.

1.       Find Right Costumer or Community
Point pertama tentunya kita harus mencari satu komunitas yang tepat atau mengajak konsumen yang tepat untuk masuk ke komunitas kita, tujuannya adalah supaya proses enggage dan transformasi informasi akan berjalan lancar dan cepat. Sederhananya ketika kita create sebuah komunitas dimana isinya memang orang-orang yang sesuai dengan visi kita mengcreate sebuah komunitas tersebut makan akan secar otomatis (organic) komunitas tersebut akan berkembang dengan sendirinya. Sebut saja kita create sebuah komunitas online untuk edukasi mengenai gaya hidup herbal, target market kita pertama merupakan orang-orang yang masih belum aware dengan gaya hidup herbal supaya bisa kita edukasi, dan kedua memang yang sudah aware dan sudah menjalankan gaya hidup herbal untuk kita encourage. Nah jika kita bisa memasukan target yang tepat kedalam komunitas tentunya komunitas yang kita bangun akan lebih aktif, dinamis, dan berkembang dengan cepat karena mereka tidak hanya listen saja namun juga share (active to contribute).

2.       Know Their Interest & Expertise
Cari tahu apa sih minat dan hal yang menarik buat mereka (konsumen), atau cari tahu secara spesifik apa kelebihan atau expertise komunitas yang akan kita garap, pentingkah hal tersebut? penting tentunya karena dari sini kita bisa membuat sebuah tolak ukur mengenai konten apa yang harus kita siapkan selanjutnya, bagaimana cara kita menyampaikannya, dan bagaimana kita memaksimalkannya. Seperti contohnya adalah sribu.com yang memaksimalkan keahlian para desainer freelance professional sebagai tenaga desain, disini sribu.com membuat sebuah platform dalam hal ini bisnis sebagai media dalam memfasilitasi keahlian mereka dalam membuat sebuah desain visaul untuk kebutuhan klien yang memang membutuhkan jasa desain visual.

3.       Create A Platform
Point ketiga yang perlu disiapkan adalah platform untuk komunitas itu sendiri, hal ini bisa berupa website, social media, email group, atau forum. Intinya disini adalah disesuaikan dengan tujuan awal dari kita mengenerate crowd sourcing itu sendiri apakah untuk membangun brand, movement, bisnis, atau hanya sekedar sebagai media bertukar informasi saja, dan tentunya tujuan awal juga akan menentukan bagaimana konten yang ada di dalam platform itu sendiri.

4.       Value Proposition
Value proposition perlu juga untuk diperhatikan dengan seksama , dalam hal ini apa nilai lebih yang kita tawarkan kepada komunitas yang sudah dibangun. Sebagai contoh komunitas social media yang sudah kita bangun kita berikan value proposition dalam bentuk konten tips atau informasi yang bermanfaat, atau berupa aktifasi online yang melibatkan komunitas itu sendiri. Contoh lainnya adalah sribu.com dan gantibaju.com yang menurut saya pribadi menawarkan “simbiosis mutualisme” antara komunitas dengan platform owner, dimana dari desain yang dikontribusikan atau terpilih bahkan terjual mereka akan mendapatkan royalti.

5.       Enggage Them

Komunitas yang sudah dibangun tentunya nggak cuma dibiarin gitu aja, dalam artian “oke kita kerjasama simbiosis mutualisme lu kasih gue desain dan gue bayar desain loe kalo kepilih atau kejual”, nggak gitu sistemnya sob kalo gitu sih lama-lama komunitas yang udah dibangun pada lari. Nah disini arti dari pentingnya enggage your community, dalam hal ini treatment supaya mereka nyaman dan betah, jika tadi dalam kontek social media kita share tips, bikin conversation, atau bikin aktifasi online nah itulah salah satu wujud engaggement dengan komunitas. Hal lainnya yang bisa dilakukan adalah seperti yang dilakukan sribu.com misalkan mereka menyelenggarakan kopdar dengan para desainernya, atau memberikan point reward and achivement setiap karya mereka terpilih otomatis mereka menduduki peringkat most wanted desainer, selain tentunya diberikan award dan hadiah. (dira.illanoor – 2013)

Postingan Populer