Pilpres dan Kampanye Hitam di Social Media
sumber gambar : http://img.lensaindonesia.com/thumb/350-630-1/uploads--1--2014--06--51388-stop-black-campaign-1-gemasaba-siap-tempur-melawan-di-sosmed.jpg
Beberapa bulan
ini isu Pilpres selalu menjadi perbincangan “panas” dimana-mana terlebih di
social media, karena jika kita cek timeline di Facebook, Twitter, atau Path selama
beberapa bulan kebelakang, konten berita dan informasi terkait Pilpres rasanya tidak
pernah absen. Nah berbicara mengenai keberadaan social media di ranah politik
Indonesia memang bukan sebuah perbicangan baru, karena dalam aplikasinya social
media sudah dijadikan sebagai salah satu media komunikasi politik, sebagai
contoh bagaimana Jokowi yang berhasil memenangkan perhelatan pemilihan Gubernur
DKI Jakarta dan Ridwan Kamil yang berhasil memenangkan pertarungan Walikota
Kota Bandung, yang mana keberhasilan keduanya tentunya tidak lepas dari keberadaan
social media sebagai media komunikasi politik yang sangat efektif dan efisien
dalam mendongkrak popularitas juga dukungan publik.
Sebagai salah
satu pengguna social media, apa yang terjadi saat ini di dunia maya khususnya di
social media tentunya sedikit “menggelitik” saya untuk menulis dan berbagi
pandangan mengenai fenomena kampanye hitam yang tumbuh subur di social media
khususnya terkait dengan Pilpres 2014 yang dirasa sudah menjadi magnet yang
sangat luar biasa bagi masyarakat Indonesia, sebuah magnet besar yang dapat
merubah masyarakat yang sebelumnya pasif menjadi turut aktif berpartisipasi
dalam Pilpres kali ini. Menarik memang bagaimana di satu sisi social media bisa
menjadi sebuah media komunikasi politik yang sangat efektif dan efisien, namun
juga disatu sisi social media juga bisa menjadi bumerang karena ancaman kampanye
hitam senantiasa menghantui para politisi yang menggunakan social media sebagai
media komunikasi politiknya.
Dalam tulisan
ini yang menjadi pertanyaan bukan mengenai kenapa para politisi menggunakan
jejaring social media untuk media komunikasi politiknya? karena saya kira sudah
jelas selain popularitas social media Facebook dan Twitter di kalangan masyarakat
Indonesia saat ini, social media juga memungkinkan terbangunnya emotional bonding (engagement) diantara politisi dan publik dikarenakan sifatnya yang
dua arah (two ways communication).
Nah begitu populernya social media sebagai media komunikasi politik disatu sisi
juga memunculkan sebuah fenomena dimana kampanye hitam yang melekat pada
momentum Pilpres bisa begitu subur bermunculan, alhasil fenomena ini menjadi
momentum saling serang kampanye hitam yang dimotori oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab. Selanjutnya kenapa kampanye hitam bisa begitu subur bermunculan
di social media? dalam tulisan ini saya coba jabarkan 5 alasan untuk menjawab
pertanyaan tersebut.
1. It’s all about Big Data
Sebelum membahas kampanye hitam di social media hal pertama
yang akan dibahas adalah mengenai social media itu sendiri sebagai alat
komunikasi politik yang cukup berpengaruh dalam Pilpres. Aspek pertama yang
menjadi sorotan adalah terkait big data
yang didominasi oleh usia muda (youth),
karena Jika kita berbicara mengenai angka Facebook dan Twitter merupakan dua platform
social media yang paling populer di Indonesia, bahkan secara angka user
Indonesia masuk kedalam deretan Top 5 Negara di dunia dengan jumlah social
media user paling banyak, we are social menyebutkan Facebook diakses oleh 62
Juta user dan semiocast menyebutkan Twitter diakses oleh 30 Juta user. Hal
kedua yang menjadi sorotan adalah social media memiliki peran besar dalam
mendorong partisipasi masyarakat dalam ranah politik (high involvement in political life) khususnya kalangan anak muda
yang sangat erat dengan social media. Dalam sebuah publikasi yang ditulis oleh
Ron Davies pada tahun 2014 di European Parliamentary Research Services,
dijelaskan bahwa “social media telah membawa perubahan baru dalam pola komunikasi yang
terbangun diantara politisi dan masyarakat, social media juga sudah menjadi
sebuah platform yang bisa meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam kehidupan
politik, khususnya pada saat pemilu”. Nah kedua hal tersebut saya kira
bisa menjadi benang merah kenapa social media begitu penting peranannya dalam
kampanye politik dalam Pilpres kali ini, juga mengenai tingginya animo dan
keterlibatan masyarakat khususnya anak muda dalam pilpres kali ini.
2. Social Media is User Generated Content
Sebelum adanya social media konten berita atau
informasi biasanya hanya dibuat dan dipublikasikan secara masal oleh pihak atau
instansi yang terkait dengan industri media masa. Menariknya hal tersebut
berubah 180 derajat dengan adanya social media saat ini, kenapa? karena dengan
adanya social media semua orang kini bisa menjadi penulis, kita bisa
menciptakan sebuah konten berita atau informasi untuk selanjutnya kita share
(publish) melalui jejaring social media pribadi, dan mungkin itu
sebabnya era social media saat ini semakin memperkuat keberadaan citizen journalism. Terkait dengan isu
Pilpres tentunya hal ini menyambung mengenai tingginya animo dan keterlibatan
masyarakat dalam Pilpres kali ini, yang diaplikasikan dalam berbagai bentuk entah
itu menciptakan konten kampanye, memberikan komentar, atau hanya sekedar berbagi
konten yang bisa saja positif bisa juga negatif. Sehingga tidak aneh jika di
social media seringkali kita lihat perselisihan diatara kedua kubu yang
bersaing di Pilpres kali ini, mulai dari penggunaan Twibon di profile picture pribadi sebagai wujud
dukungan mereka pada salah satu kubu, perang hastag (#), hingga konten-konten
informasi teks atau gambar yang berkaitan dengan salah satu kubu.
3. Social Media can Bypass Conventional Mass
Media
Hal paling fundamental yang membedakan antara media
masa konvensional dengan media digital seperti social media adalah social media
yang sifatnya dapat mem-bypass media masa konvensional, karena seperti
diketahui di dalam media media masa konvesional seperti sebut saja televisi dan
koran biasanya terdapat istilah “wacth
dog” yang berfungsi untuk melakukan filter terhadap sebuah konten berita
atau informasi yang masuk untuk selanjutnya dipilah baik secara konten maupun secara
redaksional mengenai mana yang layak dikonsumsi oleh publik mana yang tidak.
Nah bagaimana dengan social media? di dalam aplikasinya mungkin masih terdapat
account-account social media yang sifatnya informatif masih melakukan proses “filterisasi” mengenai berita dan informasi
yang keluar masuk, namun seperti diketahui bersama bahwa keberadaan social media memiliki
andil besar dalam merubah perspektif dan perilaku masyarakat dalam mencari,
membaca, hingga berbagi berita atau
informasi. Nah jika berbicara di ranah individu, saya nilai proses “filterisasi” ini bisa di bypass begitu
saja khususnya oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, bisa dibayangkan
hasilnya kampanye hitam di social media pun tumbuh subur bahkan menciptakan
kisruh diantara pendukung setia kedua pihak yang bersaing dalam Pilpres kali
ini.
4. HOAX & Viral
Tumbuh suburnya kampanye hitam di social media sangat
lekat kaitannya dengan HOAX dan Viral, pertama adalah HOAX sebagai sebuah
istilah mengenai berita atau informasi yang tidak dapat dipertanggung jawabkan sumbernya,
dan kedua mengenai viralitas social media yang dapat menjadi menyebarluaskan
sebuah konten informasi secara cepat seperti virus. Nah bisa dibayangkan
bagaimana jika kedua hal tersebut dimanfaatkan oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab dalam berbagi sebuah konten berita atau informasi yang tidak
dapat dipertanggung jawabkan menjadi viral di masyarakat? sayangnya kondisi ini
juga semakin diperparah dengan kebiasaan masyarakat kita yang beberapa
diantaranya “latah” dalam berbagi
informasi yang belum tentu benar atau bisa dipertanggung jawabkan. Bukti paling
konkrit adalah mengenai isu meninggalnya salah satu personil band papan atas
Indonesia beberapa waktu lalu yang sempat merebak dan menjadi perbincangan
heboh di dunia maya berkat “latahnya” masyarakat Indonesia yang berbagi
informasi tersebut melalui blackberry
messenger dan social media tanpa membacanya lebih dulu atau mengecek
kebenaran berita tersebut. Berbicara mengenai viralitas social media, tidak
hanya kampanye hitam saja kok yang bisa berkembang, kampanye putih (positif) pun bisa kita bangun di social
media tentunya jika dikemas dengan konten yang kreatif, menarik, dan mendorong
partisipasi masyarakat.
5. Social Media can be Engaging &
Influencing
Hal terakhir yang menjadi pembahasan adalah social media
yang secara dua sisi memiliki sifat engaging
dan influencing. Engaging dalam hal ini adalah social media bisa memungkinkan bagi
kita untuk membangun hubungan emontional
bonding antara politisi dengan masyarakat pun begitu sebaliknya, sedangkan influencing dalam hal ini social media
bisa mendorong masyarakat untuk partisipasi secara langsung (komentar, berbagi,
kolaborasi), bahkan hingga tahap mempengaruhi opini masyarakat. Nah jika berbicara
mengenai kedua hal tersebut dalam konteks politik, tentunya social media yang
memiliki sifat engaging dan influencing bisa digunakan untuk baik
itu kampanye hitam atau kampanye putih, semua tentunya kembali kepada pribadi-pribadi
pengguna social media yang harus bisa menggunakan secara bijak. (dira illanoor, juli 2014)
Komentar
Posting Komentar