Sukhoi “Tersandung” Disaat Momentum Lepas Landas


*sumber gambar : 

Akhir-akhir ini cukup ramai diperbincangkan di berbagai media nasional cetak maupun elektronik sebuah kasus yang cukup menarik perhatian khalayak saat ini mengenai jatuhnya pesawat Sukhoi Super Jet 100 di tebing Gunung Salak - Bogor. Saya kira untuk sebagian orang sudah tidak asing dengan nama Sukhoi karena rasanya jika kita kembali mengingat beberapa tahun kebelakang Pemerintah Indonesia dalam hal ini Angkatan Udara sempat mempercayakan pertahanan udara negara kita dengan membeli beberapa buah pesawat tempur Sukhoi jenis SU-30 buatan Rusia.

Sukhoi sendiri sebenarnya nama dari sebuah perusahaan yang bergerak di bidang aviasi khususnya dalam memproduksi pesawat terbang (aircraft manufacture), pada awalnya Sukhoi lebih berfokus pada produksi dan penyediaan pesawat tempur untuk keperluan militer (pertahanan udara). Nah Sukhoi Super Jet 100 ini bisa dibilang merupakan pesawat komersil (civil aviation) pertama yang berhasil dikembangkan oleh perusahaan aviasi Rusia ini. Mengenai bagaimana Sukhoi Super Jet 100 saat ini ramai diperbincangkan saya kira kita semua sudah sama-sama mengetahui dari media massa bahwa pesawat yang sudah dipesan oleh sebuah perusahaan jasa penerbangan di Indonesia ini rencananya akan melakukan uji coba sekaligus promosi dipasar penerbangan Indonesia, namun apa mau dikata jalan cerita yang terjadi berbeda hingga pesawat yang sempat kehilangan kontak dengan tim di darat ini terjatuh secara mengenaskan.

Nah yang ingin saya sedikit share sedikit sebagai pengamat berita di beberapa media massa bukan mengenai kasus jatuhnya pesawat tersebut dengan berbagai opini yang muncul, namun lebih pada momentum “tersandungnya” Sukhoi disaat lepas landas. Nah kesana yuk kita bahas sedikit kira-kira kenapa Sukhoi Super Jet ini melakukan promosi dan uji coba di pasar Indonesia, berikut ini beberapa pandangan pribadi saya.
    
   1. Sebut saja salah satu kompetitor Sukhoi saat ini Boeing yang seperti diketahui armada pesawatnya sudah banyak digunakan oleh beberapa perusahaan jasa penerbangan di Indonesia, salah satunya perusahaan penerbangan no 2 di Indonesia yang cukup rajin menambah armada penerbangannya dengan mendatangkan banyak pesawat jenis Boeing. Berdasarkan informasi yang saya dapatkan (googling) jika sebuah pesawat Boeing katakan dibanderol seharga 60 Juta US$, nah Sukhoi Super Jet dengan keunggulan sistem kendali otomatis ini dibanderol setengah harga sekitar 32 Juta US$.

Secara tidak langsung kemunculan Sukhoi Super Jet 100 ini menjadi sebuah celah potensi baru bagi perkembangan bisnis penerbangan di Indonesia dengan menawarkan alternatif armada penerbangan komersial baru yang dalam beberapa point memiliki keunggulan dalam hal teknologi dibalik penawaran harga yang cukup kompetitif khususnya bagi beberapa perusahaan penerbangan yang sedang berkembang”.


2. Beberapa tahun kebelakang ini cukup berkembang konsep “Low Fare Airlines”  yang menawarkan penerbangan murah namun dengan konsekuensi menghilangkan beberapa service yang biasanya didapatkan oleh penumpang di penerbangan reguler. Masih ingat juga beberapa waktu kebelakang seperti diketahui Citilink salah satu jasa penerbangan pengusung konsep Low Fare Airline yang kini di akuisisi oleh Garuda Indonesia melakukan Re-Branding dengan konsep warna hijau yang lebih segar.

Menyambung pada point pertama mengenai celah kompetitif yang ditawarkan dan faktor mengenai berkembangnya penerbangan Low Fare Airlines yang cukup diminati oleh pangsa pasar Indonesia bisa dikatakan menjadi sebuah alasan Sukhoi Super Jet 100 mau meilirik potensi pasar di Indonesia, buktinya dua perusahaan jasa penerbangan yang kini sedang melebarkan saya Kartika Airlines & Sky Aviation sudah memesan Sukhoi Super Jet 100 ini untuk mendukung fasilitas armada penerbangan mereka”.


3. Pada Tahun 2011 Bandara Soekarno Hatta yang saat ini terus “bersolek” termasuk ke dalam 10 Bandara paling pada di dunia, bayangkan saja kenaikan jumlah penumpangnya cukup signifikan dari 44,3 Juta penumpang pertahun menjadi 51,1 juta penumpang pertahun. 2012 ini perkembangan bisnis industri jasa penerbangan di Indonesia diprediksi akan tumbuh 15 – 20%.

Fakta mengenai angka tersebut nampaknya menjadi sebuah jawaban dari besarnya potensi bisnis jasa penerbangan di Indonesia, terlebih konsep Low Fare Airline yang sempat saya bahas sebelumnya dimana cukup diminati oleh pangsa pasar Indonesia karena menawarkan range harga yang sangat murah, didukung dengan berkembangnya industi bisnis jasa penerbangan (bermunculan jasa penerbangan yang masing-masingnya saling berbenah diri)”.

Point-point tersebut mewakili pendapat pribadi saya mengenai Sukhoi Super Jet 100 yang melirik potensi pasar di Indonesia, seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya di ketiga point tadi bahwa pangsa pasar (penumpang) dan perkembangan industri bisnis jasa penerbangan di Indonesia sangat besar dan masih akan berkembang sehingga kemunculan armada komersial asli buatan Rusia ini bisa menjadi celah kompetitif khususnya bagi beberapa jasa penerbangan yang tengah berbenah diri untuk bisa bersaing dengan kompetitor utama mereka saat ini yang notabene merupaka 2 top market leader industri penerbangan di Indonesia.

Nah menariknya dibalik celah tersebut Sukhoi yang “tersandung” disaat momentum lepas landas ini saya istilahkan sebagai sebuah pertanyaan besar bagaimana perkembangan armada ini di pangsa pasar di Indonesia kedepannya? Seperti diketahui di penerbangan perdananya pesawat ini harus mengalami kondisi yang kurang menguntungkan dikarenakan insiden kecelakan pesawat di Gunung Salak - Bogor.

Celakanya insiden ini menjadi pembicaraan di berbagai media massa ini bisa menimbulkan traumatik dan image / opini negatif di masyarakat (konsumen), yang saya yakin kondisi ini bisa mempengaruhi penetrasi produk mereka ke pangsa pasar Indonesia, tidak hanya mereka namun juga beberapa perusahaan jasa penerbangan yang memesan armada Sukhoi Super Jet 100 akan berfikir ulang karena sudah pasti mereka ingin konsumennya merasa aman bukan. Nah bagaimana upaya yang dilakukan oleh Sukhoi? Mampukah mereka bangkit dari kondisi “tersandung” ini dan berhasil menjadi bagian dari sejarah perkembangan industri penerbangan di Indonesia? (dira.illanoor – mei 2012).

Komentar

Postingan Populer