Invasi Social Media, Masih Efektifkah Iklan Televisi?



sumber : google

Lagi ngelamun tiba-tiba kepikiran kayaknya udah lama nggak nonton tv yah, kalo pun nonton nampaknya durasinya tidak selama kayak dulu deh, bener nggak? nah kalo saya pribadi sih nonton tv biasanya pas jam-jam prime time atau program-program tertentu saja yang worth to see. Secara nggak sadar kemajuan teknologi dan kemunculan Social Media mulai mengalihkan kebiasan-kebiasan kita yang lama dan menciptakan kebiasaan-kebiasaan baru, contohnya nih untuk masyarakat urban di kota-kota besar kayaknya gatel banget kalo misalnya kita nggak otak atik gadget kita, kayaknya bakalan ketinggalan informasi kalo kita nggak cek twitter di gadget sampai-sampai di sela-sela kesibukan atau aktifitas kita si burung nampaknya senantiasa setia mengikuti kita.

Nah balik lagi ke televisi salah satu media konvensional yang sering digunakan khususnya oleh brand-brand besar dalam membangun brand awarnessnya secara massive melalui iklan televisi atau program yang memang sudah di set sedemikian rupa untuk kepentingan sebuah brand. Teringat kembali ucapan Handoko saat seminar kalo audience (konsumen) itu zaman ini udah pinter-pinter lho nggak gampang lagi di “bully” oleh iklan-iklan komersial yang berseliweran di media televisi, konsumen kini sudah bisa memilah-milah mana yang perlu mana yang tidak perlu. Saya juga sempat baca salah satu tulisannya Yuswohady tentang Social Costumer yang mengenai klinik tongfang yang menjadi bad word of mouth di Social Media gara-gara iklan komersialnya tidak authentic (di setting sedemikian rupa).

Dari sedikit prolog tadi munculah sebuah pertanyaan kira-kira masih efektif nggak yah iklan televisi? Soalnya saya pribadi kan kalo lagi nonton tv pas break iklan komersial kemungkinan besar sudah pasti diganti ke channel lain. Nah dengan demikian chance untuk sebuah iklan komersial untuk dilihat audience otomatis berkurang, belum lagi statement sebelumnya yang sudah dijelaskan audience ini sudah pintar dan merasa jenuh dijejali iklan-iklan komersial. Apakah masih efektif melakukan placement melalui media televisi yang sudah pasti membutuhkan budget segunung? apakah harus beralih menggunakan media lainnya seperti salah satunya Social Media?

1.       Resistance
Mungkin konsumen sudah lelah setiap hari dijejali oleh iklan komersial yang menurut saya kadang konsepnya mulai “tidak karuan” bahkan pesan yang disampaikan terkadang bias dan terlalu “jualan”. Belum lagi banyaknya stasiun televisi lokal yang kemungkinan akan membroadcast material iklan sama, itu sebabnya konsumen termasuk saya sudah mencapai titik jenuh dan secara tidak langsung mulai muncul penolakan (resistance) dalam diri. Dengan adanya kondisi seperti itu menurut pandangan saya iklan televisi kini hanya sebatas untuk keperluan brand awarness saja atau brand recall oleh beberapa brand saja untuk sekedar mempertahankan eksistensi merk mereka di benak konsumen.

2.       Connecting Not Selling
Selling selalu dijadikan tolak ukur dalam semua aktifitas promosi dan pemasaran namun kemunculan Social Media mengubah pola tersebut. Memang benar Selling (penjualan) harus tetap dijadikan acuan bagi kita namun yang perlu diperhatikan adalah faktor how to dalam hal ini kita membangun hubungan dengan konsumen kita (community enggagement), dan Social Media memprovide akan kebutuhan tersebut.

3.       Enggagement Not Only Awarness
Memperkuat statement kedua, hal yang paling penting untuk dipahami adalah saat ini yang terpenting adalah membangun enggagement dengan community (konsumen), publik tidak hanya sekedar dibuat aware saja akan brand kita namun juga bagaimana kita menjadikan mereka bagian dari kita. Memang benar biasanya brand-brand besar melakukan enggagement melalui sebuah aktivitas activation, namun permasalahannya efeknya jarang berkelanjutan dan jika ingin dimaintance membutuhkan cost yang besar. Dengan kemunculan Social Media saat ini dua kebutuhan mengenai awarness dan engagement bisa di dapatkan sekaligus oleh sebuah brand, selain cost yang relatif rendah efek dari maintance community dirasa lebih maksimal dan lebih bernilai. Walaupun area coveragenya belum sebesar media televisi, namun saya Social Media merupakan pilihan wajib bagi brand yang ingin enggagement yang berkualitas dengan konsumennya, tentu saja dengan cost yang rendah.

4.       Broadcast To Small Act
Kemunculan Social Media juga merubah pola pendekatan terhadap konsumen, jika sebelumnya melalui media konvensional dilakukan secara massive (broadcast) kini pendekatan harus dilakukan secara individu. Sebuah brand diharuskan memahami kebutuhan konsumennya, mendengarkan saran dan masukan dari konsumennya, bersama konsumennya bergerak bersama dalam satu kesatuan.

5.       Two Ways Communication & Direct Feedback
Social Media juga menjadikan pola komunikasi tidak selalu searah (one ways) seperti televisi salah satunya, melainkan menjadi dua arah (two ways) dimana konsumen kini tidak hanya menerima saja namun juga bisa ikut secara langsung menyampaikan opininya. Media-media konvensional juga dinilai tidak memberikan feedback secara langsung (delayed feedback) berbeda dengan Social Media yang bisa menghasilkan direct feedback dari konsumennya, dua point tersebut merupakan fondasi dasar dalam membangun Quality Enggagement dengan konsumen.

Terlepas dari efektif atau tidaknya Iklan Televisi di balik invasi Social Media yang kini semakin menjadi, pada intinya sih Social Media kini menjadi salah satu media yang perlu diperhitungkan oleh media-media konvensional. Bayangkan saja apa yang dulu bisa dilakukan oleh brand-brand berskala besar kini bisa dilakukan dengan brand-brand skala kecil melalui Social Media yang menjanjikan High Impact disertai keunggulan dalam hal cost, atau mungkin Social Media juga bisa menjadi media pendukung selain media-media konvensional yang selama ini sudah digunakan. (dira.illanoor – september 2012)

Komentar

Postingan Populer