Para Agen “Terselubung” Di Malioboro


sumber gambar : http://myeyes4you.wordpress.com/

Beberapa waktu lalu saya sempat menghabiskan waktu liburan bersama keluarga di Kota Yogyakarta, kebetulan saya memilih hotel di sekitar kawasan malioboro untuk dijadikan tempat menginap karena selain daerah tersebut merupakan salah satu pusat wisata belanja dan kuliner juga saya merasa kawasan malioboro berlokasi di pusat Kota Yogyakarta sehingga akses menuju kawasan wisata lainnya akan lebih mudah. Selama saya menghabiskan waktu liburan di Kota Gudeg saya memperhatikan sebuah fenomena yang cukup unik yang saya yakin bagi sebagian orang yang sudah melancong ke Jogja, khususnya di malioboro akan menemukan fenomena yang saya maksudkan yaitu keberadaan para agen “terselubung”.

Para agen “terselubung” yang saya maksudkan adalah para tukang becak di sekitar kawasan malioboro. Lalu kenapa para tukang becak tersebut saya istilahkan sebagai para agen “terselubung” di kawasan malioboro? sederhana saja, awalnya saya sangat kaget ketika seorang supir becak menghampiri saya dan menawarkan jasa becaknya berkeliling Kota Jogja termasuk mengunjungi lokasi wisata belanja batik, baju, accessoris, gudeng, dan bakpia makanan khas Joga hanya dengan biaya Rp. 5.000,- saja, apa tidak rugi ya mang becaknya? kebingungan saya pada akhirnya terjawab ketika saya di antar ke salah satu toko merk clothing paling dikenal di Jogja selesai berbelanja membeli oleh-oleh untuk rekan dan kerabat keluarga di Bandung, nah saya sempat melihat salah satu karyawan toko tersebut memberikan uang Rp. 5.000,- kepada tukang becak tersebut selepas kami berbelanja disana.

Karena makin penasaran saya pun mencari tahu, dan alhasil saya menemukan sebuah kesimpulan bahwa secara tidak langsung telah terjadi hubungan kerjasama simbiosis mutualisme saya istilahkan antara tukang becak tersebut dengan para pelaku bisnis di Kota Jogja. Sederhananya tukang becak tersebut harus merekomendasikan (mengajak) para wisatawan untuk datang ke sebuah toko dimana sebagai feedbacknya mereka memberikan uang tips kepada tukang becak tersebut karena sudah mengajak wisatawan untuk berkunjung dan berbelanja di toko mereka, nah yang ingin saya bahas disini tentu mengenai sedikit mengenai fenomena ini dari kacamata dunia marketing.

1.       Simbiosis Mutualisme
Point pertama yang ingin saya tekankan pertama kali adalah bahwa fenomena yang terjadi ini basicly saya umpamakan sebagai sebuah “simbiosis mutualisme” diantara para tukang becak di kawasan malioboro dengan para pelaku bisnis di Kota Jogja, dimana secara tidak langsung para tukang becak tersebut dijadikan agen yang bertugas mempromosikan dan merekomendasikan wisatawan (konsumen) untuk mendatangi dan berbelanja di sebuah usaha bisnis.

2.       No Bond = No KPI
Fenomena ini seperti yang sudah disebutkan lebih bersifat “simbiosis mutualisme” yang dimana tidak adanya ikatan formal yang tertulis (no bond) diantara para tukang becak dengan pemilik usaha, dengan demikian pemilik usaha tidak bisa menetapkan standarisasi performa kerja (KPI) bagi pada tukang becak yang menjadi agen terselubung. Para pemilik usaha mungkin memang tidak perlu dipusingkan dengan faktor cost fix expense untuk para agennya (diluar fee tips + Rp. 5.000,-), nah disatu sisi dikarenakan tidak ada ikatan tertulis maka pemilik usaha tidak bisa diberikan kepastian bahwa si agen bakal 100% selalu membawa wisatawan (konsumen) kepada mereka dikarenakan sudah pasti ada kemunginan mereka akan merekomendasikan produk kompetitor terlebih jika fee tips yang diberikan misalkan lebih besar (tidak bisa berharap lebih dari para agen).

3.       Low Cost = More Income
Point kedua yang saya nilai adalah sistem agen “terselubung” ini merupakan salah satu strategi promosi yang low cost, tidak hanya dari fee reward (saya asumsikan standardnya + Rp. 5.000,-) yang diberikan oleh pemilik bisnis kepada tukang becak yang sudah mendatangkan konsumen saja, namun juga fee ini juga termasuk kedalam sebuah kondisi dimana pelaku bisnis tidak melulu menjadikan fee tips ini sebagai fix expense yang harus dikeluarkan oleh pemilik bisnis, karena jumlah fee tips yang dikeluarkan bisa diberikan jika konsuemn yang didatangkan oleh para agen (tukang becak) tidak hanya datang saja namun diharuskan juga berbelanja. Bagi para tukang becak kesempatan seperti ini merupakan sebuah peluang bagi mereka dikarenakan mereka diistilahkan memiliki pemasukan tambahan dari menjadi agen “terselubung” ini, selain fee jasa transport becak yang harus dibayar oleh konsumen, dan belum termasuk fee lebih yang diberikan oleh konsumen, sehingga kondisi ini memiliki nilai lebih bagi para tukang becak.

4.       More Trusted (Recommended) = More Persuasive
Saya analogikan point ini sederhanya wisatawan (konsumen) akan lebih percaya pada penawaran para tukang becak dibandingkan melalui para direct agen yang bertugas melakukan aktifitas promosi sembari membagikan flyer, kenapa? sederhana saja dikarenakan dengan menggunakan jasa para tukang becak yang merupakan “agen terselubung” konsumen bisa mendapatkan nilai experience lebih yang tidak bisa diberikan para direct agen konvensional. Selanjutnya para tukang becak ini akan lebih dipercaya (persuasive communicationnya akan lebih efektif) khususnya dalam membujuk wisatawan (konsumen) menawarkan jasa antar berwisata belanja dan kuliner berkeliling Kota Jogja, karena para tukang becak tersebut dinilai sudah lebih tahu medan dan sudah berpengalaman dalam hal menjadi guide (experience). (dira.illanoor - juli 2012) 

Komentar

Postingan Populer